Minggu, 28 Oktober 2012

JANJI TUHAN PASTI DIGENAPI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2012 -

Baca:  Habakuk 2:1-5

"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh."  Habakuk 2:3

Benar apa yang dikatakan oleh pemazmur demikian,  "Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;"  (Mazmur 25:3a).  Nabi Habakuk memberi nasihat agar kita tidak putus asa dan terus menanti-nantikan Tuhan pada waktu kelihatannya janji Tuhan itu berlambat-lambat, karena pada saatnya  "...sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh."  (ayat nas).  Inilah yang dilakukan oleh Abraham:  Tidak bimbang dan tetap menanti janji Tuhan, "...malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan."  (Roma 4:20-21).  Abraham tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada, tapi berusaha untuk menyingkirkan segala kebimbangan yang ada dan menguatkan iman percayanya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa untuk melakukan segala perkara.

     Bagaimana kita?  Seringkali sikon mempengaruhi sikap kita terhadap janji Tuhan.  Kita dikalahkan dengan apa yang terlihat oleh mata jasmani kita sehingga kita pun bertanya dalam hati,  "Apakah benar janji Tuhan itu?  Apakah Tuhan sanggup menyembuhkan sakitku, sedangkan dokter saja sudah angkat tangan?"  Mari, jangan biarkan logika kita membatasi cara Tuhan bekerja karena sampai kapan pun kita tidak akan mampu menyelami pikiran Tuhan,  "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan."  (Yesaya 55:8).  Justru dalam keadaan demikian, kita harus makin melekat kepada Tuhan.

     Banyak dari kita yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan dan meninggalkan jam-jam ibadahnya oleh karena kita belum memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kita.  Bukannya Tuhan lupa dan ingkar terhadap apa yang Dia janjikan, namun terkadang Tuhan ijinkan hal itu terjadi karena Dia ingin memproses dan mendewasakan kita.

"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  1 Korintus 2:9

JANJI TUHAN PASTI DIGENAPI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2012 -

Baca:  Habakuk 2:1-5

"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh."  Habakuk 2:3

Benar apa yang dikatakan oleh pemazmur demikian,  "Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;"  (Mazmur 25:3a).  Nabi Habakuk memberi nasihat agar kita tidak putus asa dan terus menanti-nantikan Tuhan pada waktu kelihatannya janji Tuhan itu berlambat-lambat, karena pada saatnya  "...sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh."  (ayat nas).  Inilah yang dilakukan oleh Abraham:  Tidak bimbang dan tetap menanti janji Tuhan, "...malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan."  (Roma 4:20-21).  Abraham tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada, tapi berusaha untuk menyingkirkan segala kebimbangan yang ada dan menguatkan iman percayanya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa untuk melakukan segala perkara.

     Bagaimana kita?  Seringkali sikon mempengaruhi sikap kita terhadap janji Tuhan.  Kita dikalahkan dengan apa yang terlihat oleh mata jasmani kita sehingga kita pun bertanya dalam hati,  "Apakah benar janji Tuhan itu?  Apakah Tuhan sanggup menyembuhkan sakitku, sedangkan dokter saja sudah angkat tangan?"  Mari, jangan biarkan logika kita membatasi cara Tuhan bekerja karena sampai kapan pun kita tidak akan mampu menyelami pikiran Tuhan,  "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan."  (Yesaya 55:8).  Justru dalam keadaan demikian, kita harus makin melekat kepada Tuhan.

     Banyak dari kita yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan dan meninggalkan jam-jam ibadahnya oleh karena kita belum memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kita.  Bukannya Tuhan lupa dan ingkar terhadap apa yang Dia janjikan, namun terkadang Tuhan ijinkan hal itu terjadi karena Dia ingin memproses dan mendewasakan kita.

"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  1 Korintus 2:9

Sabtu, 27 Oktober 2012

JANJI TUHAN PASTI DIGENAPI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2012 -

Baca:  Roma 4:18-25

"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup."  Roma 4:19

Kebimbangan adalah senjata ampuh yang dipakai Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan iman orang percaya.  Rasa bimbang inilah yang mengakibatkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban dan kita tidak dapat menikmati janji Tuhan.  Tertulis:  "asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya."  (Markus 11:23b).  Yakobus juga menegaskan bahwa  "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.  Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."  (Yakobus 1:6-7).  Banyak anak Tuhan yang mudah kecewa, menyerah di tengah jalan dan tidak lagi bertekun mencari Tuhan saat mereka belum mengalami penggenapan janji Tuhan.

     Mari kita belajar dari kehidupan Abraham yang tetap tekun menantikan janji Tuhan meski harus melalui proses yang begitu lama.  Alkitab mencatat bahwa Tuhan menjanjikan keturunan kepada Abraham, bahkan Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya  (baca  Kejadian 13:16)  dan juga seperti bintang-bintang bertebaran di langit  (baca  Kejadian 15:5).  Terhadap janji Tuhan ini  "...percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran."  (Kejadian 15:6).  Padahal secara manusia itu mustahil, karena pada saat menerima janji Tuhan itu usia Abraham sudah tua dan rahim isterinya sudah tertutup karena juga sudah berusia lanjut.  Karena itu mereka sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tersebut.  Tapi akhirnya janji Tuhan benar-benar digenapi,  "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya.  Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya."  (Kejadian 21:2, 5).

     Proses penantian Abraham terhadap janji Tuhan ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena ia harus menantikan janji Tuhan dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan selama bertahun-tahun.

Sabtu, 20 Oktober 2012

JANGAN TAMAK TERHADAP KEKAYAAN! (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2012 -

Baca:  Lukas 12:13-21

"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."  Lukas 12:15

Rasul Paulus berpesan kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya  "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati."  (1 Timotius 6:17), karena kekayaan itu hanya bersifat sementara.  Karena itu mereka (orang kaya) harus banyak  "...berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya."  (1 Timotius 6:18-19).  Sering kita temui banyak orang kaya yang malah pelit dan kikir, kurang peka terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya yang hidup dalam kekurangan.  Kalaupun tergerak hati untuk menolong, itu pun karena ada motivasi tertentu:  supaya dipuji dan dihormati, supaya namanya tertulis di media atau tampil di layar kaca dan sebagainya, sehingga Alkitab menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.  (baca 1 Korintus 6:9-10).

     Ketiga, kekayaan dapat menjerumuskan kita dalam dosa.  Demi mengejar harta kekayaan, seseorang akan nekat melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, melanggar hukum dan menyimpang dari kebenaran firman Tuhan:  menipu, korupsi, merampok dan sebagainya.  Ketamakan telah menjerat hatinya!  Alkitab dengan tegas menyatakan,  "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."  (1 Timotius 6:10).  Bukan hanya itu, seringkali dengan kekayaan yang dimiliki, seseorang menjadi sombong atau tinggi hati.

     Berhati-hatilah!  Jangan sampai kita mencintai uang lebih dari segalanya karena hal itu dapat membuat kita menjadi tamak terhadap kekayaan.  Belajarlah juga untuk mencukupkan diri dengan berkat yang ada.

Jangan sekali-kali mengandalkan kekayaan karena itu bersifat tidak pasti  (baca  Amsal 23:4-5), tapi andalkan Tuhan dalam segala hal dan gunakan kekayaan yang ada sebagai sarana untuk memuliakan nama Tuhan, dan menjadi saluran berkat bagi orang lain!

JANGAN TAMAK TERHADAP KEKAYAAN! (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2012 -

Baca:  Amsal 11:1-31

"Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda."  Amsal 11:28

Tidak ada seorang pun manusia di dunia ini mau hidup dalam kemiskinan atau hidup dalam kekurangan.  Semua orang ingin hidup berkecukupan dan berkelimpahan materi.  Harta atau kekayaan menjadi dambaan setiap orang.  Secara manusia keinginan seperti itu tidaklah salah dan juga bukanlah dosa.  Namun bila kita tidak berhati-hati dalam mengejar kekayaan, kita akan jatuh, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.  Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."  (1 Timotius 6:9-10).  Karena itu kita harus selalu waspada agar kita tidak terjerat dalam ketamakan ketika kita mengejar harta atau kekayaan.

     Pemahaman kita terhadap kekayaan akan menentukan sikap hati kita terhadap kekayaan itu sendiri.  Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan:  pertama, sebesar apa pun kekayaan yang kita peroleh tidak akan pernah memberikan rasa cukup.  "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia."  (Pengkotbah 5:9).  Kita akan selalu merasa kurang dan kurang.  Akibatnya kita terus bekerja keras siang dan malam supaya kekayaan kita terus bertambah.  Tidak sedikit dari kita yang akhirnya sampai lupa waktu:  lupa berdoa, lupa baca firman dan lupa ibadah, karena terus 'kejar setoran'.

     Kedua, kekayaan itu tidak kekal.  Dikatakan, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar."  (1 Timotius 6:7).  Kita tidak akan membawa apa-apa ketika kita mati kelak.  Apalah artinya hidup ini bila kita berlimpah kekayaan di dunia fana, tetapi kelak kita akan binasa?  FirmanNya menasihati, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya."  (Matius 6:19-20).

Selasa, 16 Oktober 2012

KUNCI MENGALAMI KETENANGAN HIDUP

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2012 -

Baca:  Mazmur 62:1-13

"Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku."  Mazmur 62:2

Di manakah kita akan menemukan ketenangan dalam hidup ini?  Banyak orang berpikir bahwa hidup tenang hanya akan mereka rasakan ketika mereka punya uang ratusan juta atau deposito di bank, kekayaan yang melimpah, punya satpam yang menjaga rumah kita selama 24 jam penuh dan sebagainya.  Fakta membuktikan, banyak orang kaya yang hidupnya tidak tenang: selalu was-was dengan hartanya, kuatir dengan perusahaannya dan lain-lain.  Namun pemazmur menegaskan bahwa orang yang tinggal di dalam Tuhan (dekat dengan Tuhan) pasti akan mengalami ketenangan dalam hidupnya.  Masalah boleh saja datang, namun kita percaya bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita.  Tertulis:  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).

     Hidup dalam ketidaktenangan, kacau, kuatir, cemas, panik dan lain-lain adalah hal yang sangat disukai oleh Iblis.  Sebab orang yang tidak tenang dalam hidupnya pasti akan mengalami kesulitan untuk berdoa dan fokus kepada Tuhan.  Itulah sebabnya Rasul Petrus menasihati,  "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b).  Doa yang lahir dari hati yang tenanglah yang dapat merasakan hadirat Tuhan.

     Apa kunci mengalami ketenangan?  Pertama, dekat dengan Tuhan atau memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan (ayat nas).  Ini berarti kita tidak meninggalkan jam-jam doa dan juga ibadah kita.  Daud adalah contoh pribadi yang sangat dekat dengan Tuhan.  "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam!  Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:2, 11).  Kedua, punya penyerahan diri kepada Tuhan.  Artinya kita mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan.  Nasihat Daud,  "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak."  (Mazmur 37:5).  Ketiga, hidup dalam kebenaran.  Ada tertulis:  "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya."  (Yesaya 32:17).

Di dalam dekat dengan Tuhan, berserah diri dan senantiasa hidup dalam ketaatanlah kita akan mengalami ketenangan hidup!

Minggu, 14 Oktober 2012

MILIKILAH HATI YANG TAAT (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2012 -

Baca:  Mazmur 86:1-17

"Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya Tuhan, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu."  Mazmur 86:11

Kehidupan orang Kristen sungguh-sungguh tidak bisa dipisahkan dari ketaatan, sebab kita harus hidup dalam kehendak Tuhan, bukan kehendak diri sendiri.  Jadi harus ada penyangkalan diri!  Seringkali kita taat asal itu menyenangkan hati dan menguntungkan kita.  Bila harus berkorban dan itu sakit bagi daging, kita akan memberontak dan menolak untuk taat.  Tuhan menghendaki kita untuk taat di dalam segala perkara, dan selalu ada upah bagi orang-orang yang taat.  Karena itu sebagai orang percaya hendaknya kita belajar taat kepada Tuhan:  memahami kehendakNya dan melaksanakan firmanNya dengan sungguh-sungguh.

     Percayalah!  Ketika kita hidup dalam ketaatan kita akan memperoleh berkat dan mengalami mujizat dari Tuhan.  Ketika Raja Nebukadnezar memerintahkan seluruh rakyatnya untuk menyembah kepada patung, Sadrakh, Mesakh dan Abenego menolaknya dan tetap memilih untuk menyembah kepada Tuhan yang hidup, apa pun resikonya.  Raja pun menjadi sangat marah, lalu ia memerintahkan tentaranya untuk mencampakkan ke-3 pemuda tersebut ke dalam perapian yang menyala-nyala (dibuat tujuh kali lebih panas dari biasanya).  Matikah mereka?  Alkitab menyatakan bahwa mereka tetap hidup meski berada dalam perapian karena Tuhan menjadi pembelanya.  Mereka mengalami pertolongan Tuhan yang dahsyat dan luar biasa (baca Daniel 3:16-27).

     Ketaatan membuka kesempatan bagi kita untuk mengalami dan merasakan campur tangan Tuhan.  Jangan taat hanya karena kita sedang dalam masalah dan pergumulan yang berat, lalu ketika keadaan membaik kita sudah tidak lagi taat kepada Tuhan;  atau kita taat karena kita sungkan kepada hamba Tuhan dan supaya dilihat dan dipuji oleh orang.  Sia-sialah ketaatan yang demikian!  Biarlah ketaatan kita kepada Tuhan didasari oleh karena kita takut akan Dia dan sangat mengasihi Dia.  Ingat, kedatangan Tuhan sudah semakin dekat!  Dia datang untuk menjemput anak-anakNya yang hidup dalam ketaatan sampai akhir.

Jika kita tidak taat, kita akan menjadi orang-orang yang tertinggal.

ORANG KRISTEN YANG SABAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2012 -

Baca:  Kolose 3:5-17

"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian."  Kolose 3:13

Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang sabar.  Banyak orang cenderung cepat-cepat dan sembarangan dalam mengerjakan segala sesuatu.  Atau ketika dalam masalah dan pergumulan, kita sering mendengar nasihat yang mengatakan, "Yang sabar ya."  Lalu kita pun menimpali: "Kesabaran kan ada batasnya."  Sebenarnya, apa itu kesabaran?

     Kesabaran adalah ketenangan hati dalam menghadapi cobaan;  kesabaran adalah lawan dari kemarahan yang tidak pada tempatnya, kemampuan untuk menahan diri dalam menghadapi situasi-situasi sulit;  sifat tenang;  tabah;  tidak tergesa-gesa atau terburu nafsu.  Ketika orang lain marah, menyakiti atau berbuat jahat kepada kita, tanpa pikir panjang kita ingin segera mendamprat atau membalasnya.  Apa bedanya kita dengan orang dunia jika demikian?  Sebagai orang Kristen kita dituntut untuk memiliki kesabarn dan saling bersabar satu sama lainnya, sebab kesabaran adalah bagian dari kasih, dan kekristenan itu identik dengan kasih.  Tertulis:  "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong."  (1 Korintus 13:4).

     Di samping itu, kesabaran merupakan bagian dari buah-buah Roh yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya (baca Galatia 5:22-23).  Jika kita mengaku diri sebagai orang Kristen/pengikut Kristus tapi kita tak punya kesabaran, maka kita perlu bertobat!  Dengan kesabaran, seseorang dapat melihat hal-hal yang positif di tengah kesukaran sekali pun.  Bukankah banyak orang Kristen yang tidak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan dan akhirnya mereka pun tidak mengalami beerkat-berkat Tuhan?  Kesabaran adalah kunci untuk sebuah hubungan kerjasama yang baik.  "Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan."  (Amsal 15:18).  Pertengkaran dan permusuhan seringkali terjadi ketika ada pihak yang tidak sabar alias mudah tersulut emosi.  Oleh karena itu  "Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar."  (Pengkotbah 10:4).

Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang sabar?

ORANG PERCAYA: Tampil Sebagai Pemenang!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2012 -

Baca:  Amsal 21:1-31

"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan."  Amsal 21:31

Siapa itu pemenang?  Seorang pemenang bukanlah orang yang tidak pernah gagal atau orang yang sempurna tanpa cela atau juga orang yang tidak pernah punya persoalan dalam hidupnya.  Seorang pemenang adalah orang yang pernah gagal tapi mau bangkit dan berusaha sampai ia meraih kemenangan;  orang yang penuh ketekunan dan kesabaran melewati setiap ujian dan persoalan hidupnya tanpa keluh kesah dan persungutan, hingga ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan.  Setiap anak Tuhan dirancang bukan untuk menjadi pecundang atau mengalami kekalahan dalam hidupnya.  Tetapi Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya diciptakan dan dirancang Tuhan dengan potensi untuk menjadi pemenang,  "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."  (Roma 8:37).

     Berbicara soal kemenangan dalam hidup ini menyangkut pula tentang proses yang harus kita dijalani.  Proses yang dimaksud meliputi perjuangan, kesabaran, ketekunan, peperangan dan sebagainya.  Kita bisa belajar dari perjalanan hidup Yusuf.  Ketika ia memperoleh mimpi dari Tuhan, apakah mimpinya itu langsung menjadi kenyataan?  Tidak.  Bahkan Yusuf harus mengalami proses yang begitu panjang dan berat, yang sepertinya sangat bertolak belakang dengan mimpinya itu.  Namun ia tetap tekun, sabar dan senantiasa mengarahkan pandangannya hanya kepada Tuhan.  Kegagalan-kegagalan di masa lalu tidak menjadi ukuran bahwa seseorang akan gagal seterusnya.

     Karena itu milikilah sikap hati yang benar sehingga di segala keadaan kita tetap bisa mengucap syukur dan senantiasa berpikiran positif.  Jangan pernah menyalahkan orang lain, tapi belajarlah untuk selalu mengoreksi diri!  Tetaplah bertekun di dalam Tuhan karena kemenangan orang percaya ada di dalam Dia sepenuhnya.  Katakan dalam hati Saudara masing-masing,  "Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut?  Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?"  (Mazmur 27:1).

"sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan kepadamu."  Ulangan 20:4

Kamis, 11 Oktober 2012

BERKAT TUHAN BAGI ORANG PERCAYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2012 -

Baca:  Mazmur 67:1-8

"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya."  Mazmur 67:2

Hidup yang diberkati adalah janji Tuhan bagi orang percaya dan berkat itu adalah pasti, sebab janji Tuhan adalah ya dan amin.  Meski demikian bukan berarti perjalanan hidup kita akan mulus tanpa kerikil tajam.  Dalam hal ini pemazmur hendak menyatakan bahwa meski di tengah masalah, ujian dan tantangan yang berat sekali pun, tangan kasih Tuhan tak pernah lelah untuk menopang kita dan penyertaanNya tidak pernah berubah.  Dikatakan,  "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;  apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.  Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;" (Mazmur 37:23-24).  Ini adalah bukti bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan orang-orang yang senantiasa berharap kepadaNya, bahkan sampai kepada anak cucunya (keturunannya).

     Sepatutnya kita bersyukur memiliki Tuhan yang hidup yang senantiasa memperhatikan dan mengasihi kita, bahkan menyinari kita dengan wajahNya.  Oleh karena itu kita tidak perlu takut menghadapi apa pun juga asal kita tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.  Hidup dalam kehendak Tuhan berarti tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tapi berjalan menurut pimpinan Tuhan.  "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.  Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.  Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5-7).  Hidup dalam kehendak Tuhan juga berarti harus menundukkan diri kepadaNya.  Alkitab menyatakan jika kita punya penundukan diri, Tuhan akan mengangkat kita dan memberkati kita.

     Ingat, berkat Tuhan itu tidak terpengaruh sikon (situasi/kondisi);  bukan ketika kondisi lagi baik lalu Tuhan memberkati kita, sedangkan ketika situasi sedang buruk Dia tidak memberkati kita.

Di segala keadaan Tuhan sanggup memberkati dan mencukupkan segala yang kita perlukan;  berkatNya selalu tersedia bagi kita kapan pun!  Mari imani itu.

Selasa, 09 Oktober 2012

MEMBERI: Supaya Ada Keseimbangan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2012 -

Baca:  Amsal 28:1-28

"Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki."  Amsal 28:27

Selain memberi kepada Tuhan, Ia juga memerintahkan kita untuk memberi kepada sesama kita,  "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.  Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."  (Galatia 6:9-10).  Pelaksanaan dari berbuat baik adalah dengan membantu sesama kita, terutama saudara seiman yang hidup dalam kekurangan dengan menggunakan uang atau harta kita.

     Apa tujuan kita diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada saudara kita yang berada dalam kekurangan?  "Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan.  Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan."  (2 Korintus 8:13-14).  Setiap orang pasti punya kelemahan dan juga kekuatan masing-masing dan Tuhan menciptakan kondisi seperti ini supaya umat Tuhan saling membutuhkan, melengkapi, mengasihi, memperhatikan, bekerja sama dan tolong-menolong satu sama lain.  Bila seseorang merasa bisa hidup sendiri, ia akan merasa bahwa dirinya tidak butuh orang lain atau sesamanya.  Hal ini akan membuat ia menjadi egois dan pelit.  Jadi tujuan Tuhan memberkati kita bukan untuk kita nikmati sendiri, tapi Dia menghendaki agar kita menjadi saluran berkat bagi orang lain.  Kita yang punya berkat lebih diharuskan membagikannya kepada sesama kita yang butuh pertolongan.  Demikian pula sebaliknya, orang lain juga akan mencukupkan apa yang menjadi kekurangan kita.  Inilah yang disebut dengan keseimbangan.

     Seringkali memberi adalah perkara yang sulit dilakukan oleh banyak orang Kristen.  Kita mau menabur tapi masih melihat situasi dan kondisi, masih pikir-pikir.  Sampai kapan?  Kalau seperti itu, kita tidak akan pernah menabur dan tidak akan pernah menuai!  Hari ini Tuhan ingatkan:  apa yang ada di tanganmu harus ditabur!

Jangan menunggu-nunggu waktu untuk memberi!